Hari keempat di Aceh masih belum jauh dari cerita pantai dan bukit, Bukit Lamreh ini contohnya. Karena ya emang se-effortless itu untuk bisa chill out di pinggir pantai sambal minum es kelapa. Iming-imingnya cuma satu sebelum ke sini, ini lho tempat pernah buat syuting MTMA. Bhaiq, mari kita let’s go!
Perjalanan Menuju Bukit Lamreh
Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor dari Banda Aceh ke Ujung Kelindu, Lamreh, membutuhkan waktu sekitar 1 jam maksimal. No macet-macet club pokoknya. Jalanan besar, mulus, dan sepi. Ngebut-ngebut dah itu. Eh, tapi mendingan jangan sih. Sepanjang perjalanan pemandangannya bagus banget. Tinggal stop, jalan beberapa langkah dan udah ketemu pantai. Then, what I thought along the way was, how bad tsunami swept Aceh 15 years ago, then?

Ohya, kalau mau ngebut perhatiin bener-bener ya, karena jalan milik bersama, banyak sapi dan kambing leyehan di pinggir jalan. Kalau ngga gitu, ya, mereka bisa tiba-tiba nyebrang jalan. Jangan sampai duit jalan-jalan lenyap seketika buat gantiin sapi yang harganya bisa jadi selangit. Sayang, kan?
Pantai Pasir Putih
Jalanan mulai menanjak, aku mengurangi kecepatan agar tak melewatkan jalan masuk ke Bukit Lamreh di sebelah kiri jalan. Terlihat petunjuk masuk tapi kurang meyakinkan, si guide lupa pisan euy. Jalan masuknya masih bebatuan dan beneran sepi karena mungkin lagi weekday juga, sih. Agak sedikit parno dan daripada kenapa-kenapa kita lanjut ke Pantai Pasir Putih, sekalian tanya sama penduduk sekitar sana.


Pasir Putih ini pantai yang cantik, persis sama namanya, pasirnya putih semua. Dan pantainya panjaaang syekaleee pemirsah. Capek lah kalo mau kiterin pesisirnya. Tiket masuknya 5k/orang, murah kan? Pantai ini terkenal karena pohon bakau di pinggir pantai yang bagus buat background foto. Kalau pengunjung mau ke sini sama keluarga dan anak kecil, bisa banget buat diajakin renang di tempat yang udah ditata sama pengelola biar ngga bahaya kena ombak langsung dari laut.
Kalau ngga mau basah-basahan juga bisa. Banyak warung dan gazebo di sepanjang bibir pantai. Tapi ya karena ke sana pas hari Senin makanya banyak yang tutup. Akhirnya kita berhenti di salah satu warung dengan ibu yang cerewet dan lucu. Meskipun aku ngga paham bahasa Aceh, tapi dengerin si Ibu cerita dengan antusias aku cukup penasaran juga.
Jangan ke Bukit Lamreh, Karena…
Sambil duduk istirahat dan menikmati kelapa muda dan camilan, kami – lebih tepatnya temenku – bertanya soal Bukit Lamreh ke Ibu, dan dijawab panjang lebar. Saat itu beliau ngga menyarankan untuk pergi ke sana. Alasannya sederhana, karena kami hanya berdua dan cewe semua, ditambah lagi kondisi sepi seperti ini karena memang selama weekday ngga ada orang yang jaga di sana. Bahaya, takutnya nanti ada mafia alias begal, begitu kata si Ibu.
Mendengar apa yang si Ibu bilang, temenku semakin penasaran dan korek-korek lagi cerita lebih jauh. Aku? Santai aja di samping mereka sambil dengerin intonasi ngomongnya yang lucu, babar blas ngga paham soalnya haha. Jadi, beberapa waktu sebelumnya bahkan sempat ada penculikan di sekitar sana. Aduh, kok ngeri, Bund! Ehh, penculikan kambing yang dibius dulu sebelumnya wkwkwk trus dimasukin mobil gitu. Ini, sih, bukan penculikan namanya, tapi pencurian ehehe.
Ohya, penduduk sekitar sangat memperhatikan pengunjung yang datang terutama mereka yang cuma berduaan doang cewe-cowo. Hayolohhh… Pasti lebih sering diliatin ntar, karena ya tau sendiri lah, penduduk sini masih strict dengan hal seperti itu.
Akhirnya Nekat ke Bukit Lamreh
Karena bosen duduk-duduk doang, kita memutuskan untuk jalan-jalan. Setelah menitipkan tas dan jaket ke Ibu pemilik warung, kita menyusuri pantai searah dengan Bukit Lamreh. Dari kejauhan udah ngebayangin pasti bagus foto di atas sana meskipun rumput lagi ngga kelihatan ijo. Juga, meskipun air laut ngga begitu terlihat gradasi tosca-nya. Tapi sudah jauh-jauh masa iya ngga ke sana. Jalan terus lewatin cemara pantai dan terus jalan. Akhirnya kita nekat buat naik. Ngga jauh, ngga jauh. Itu doang yang kita pikirin. Bentaran doang kok, ngga akan macem-macem juga. Yok, nekat dikit, yok!
Akhirnya tibalah di bukit yang pertama. Sebenarnya bukit utama itu di sebelahnya. Di bukit utama ini ada banyak pohon dan rerumputan yang lebih enak buat leyehan sambil ngelamun liatin laut lepas. Kalau mau harusnya naik satu bukit, turun ke pantai, trus naik lagi. But we could not ignore the warning, suasananya memang beneran sepi ngga ada sama sekali orang. Pilihan satu-satunya adalah foto bentar sana-sini, nikmatin angin dan view, trus kita memilih pulang. Pulang tanpa penyesalan, karena sudah pernah sampai di bukit yang katanya pernah dipakai syuting MTMA wahahaha.

Only if there were more time staying there, would be nice to have a seat and eat some snacks. Kalau dipikir lagi harusnya momen itu sangat menguntungkan, apalagi kalo bukan karena sepinya. Bukan cuma karena effortlessly buat ambil foto dari berbagai angle, tapi juga karena emang seenak itu kalau maen trus pas sepi. Tapi entah kenapa pesen dari Ibu warung terngiang-ngiang di kepala sampe-sampe aku sendiri ngebayangin kalau tiba-tiba di teriakin orang naik kuda bawa celurit dan bahkan sampai dikejar. Oke fix, ini drama hehe.
Setelah sampai di warung kita siap-siap untuk pulang. Ngga tahan juga ngga cerita ke si Ibu kalau kita nekat ke Bukit Lamreh, meskipun abis itu diomelin. Syukurnya kita ngga kenapa-kenapa. Maaf ya, Bu, kita bandel ehehehe. Ngga lagi-lagi, kok! Semoga Ibu sehat terus ya biar bisa ngomelin pengunjung yang lain. Peace!
Pingback: Review: Loka Surf and Fitness Lodge Lombok – aymentari