Error: No feed found.
Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.
I know nothing about Aceh but the great disaster of Tsunami. Desember 2019, tepat 15 tahun peringatannya, aku berkesempatan mengunjungi Negeri Serambi Mekah ini. Secara otomatis semua tempat menjadi pemicu rasa penasaranku tentang kedahsyatannya. Lagi-lagi merinding, ngga nyangka dan sungguh di luar bayangan ketika secara langsung menyaksikan napak tilas bangunannya. Inilah beberapa tempat yang menyimpan cerita itu.
Siapa pula tak mengenal megahnya Masjid Baiturrahman. Rasanya belum sah kalau ke Aceh tapi ngga menyempatkan sholat atau sekedar mengunjungi masjid ini. Letaknya tepat di pusat kota Banda Aceh, amat mudah dijangkau dari manapun. Masjidnya luas, suara adzannya enak, bersih dan bikin betah lama-lama duduk di dalam masjidnya. Oh ya, halamannya yang luas ngga akan buat siapapun kehabisan lokasi buat berfoto ria eheheh. Sekedar duduk-duduk doang bahagia banget rasanya. Ada beberapa payung-payung besar di halaman luarnya, yang lebih sering dibuka ketika hari Jumat, kalau ngga salah.
Ketika ke sini aku sempet bingung juga, jarak antara masjid ini dengan pantai terdekat sekitar 13 kilometer. Dan tsunami yang membawa air bah begitu besar ngga sanggup merusak bangunan ini sedikitpun. Kalau dilihat dari posisinya itu ngga juga lebih tinggi dari jalanan sekitarnya, lho. Tapi katanya kan malah air tsunami itu menggenang di jalan raya aja. Nyebut terus rek dalam hati, merinding banget.
Ngga ada hentinya aku melongo ketika menyaksikan secara langsung sebuah kapal seberat 5 ton tersapu ombak hingga sampai di tengah-tengah rumah penduduk. Lokasinya ngga jauh dari kota dan memang di tengah perkampungan gitu. Ngga usah ditanya gimana kondisi rumah yang dilewatin, sudah pasti rata total. Ya gimana lho, 5 TON GUYS, nyapu jalan raya! Yaa Allah~ Hingga kemudian banyak korban yang tak bisa diselamatkan. Lebih tepatnya mereka tidak bisa dikuburkan dengan layak karena kapal ini ngga bisa dipindahkan.
Rumah-rumah rusak dibiarkan untuk kemudian menjadi tempat tujuan wisata. Sekarang, katanya beberapa kejadian aneh sering dialami penjaganya. Jadi, pengunjung dilarang masuk ke dalam kapal yang sebetulnya dijadikan museum. Ya hanya bisa berfoto di sekitar luar kapal. Oh, dan serunya ada jalur yang mengelilingi kapal ini untuk bisa melihat besarnya kapal dari jarak yang cukup jauh. Lebih bisa ngebayangin sih gimana gedenya kapal dan kecilnya rumah yang dibabat habis pas Tsunami Aceh waktu itu.
Ngga jauh dari Masjid Baiturrahman, Museum Tsunami Aceh gampang buat ditemukan karena bangunannya yang megah. Tanpa dipungut biaya apapun, pengunjung bisa datang mulai jam 9 pagi dan akan tutup jam 4 sore.
Yang paling berkesan dan bikin merinding banget adalah Lorong Tsunami. Sebagai salah satu pintu masuk untuk ke ruangan lainnya, lorong ini meski pendek tapi sedikit menakutkan dan gelap. Lorong ini dipenuhi suara orang sedang berdzikir dan suara air bah yang mirip banget sama kejadian pas tsunami itu. Nah, efek air yang mengalir di kanan kiri semakin menambah ngeri langkah yang ngga jauh itu. Untuk beberapa orang yang memiliki trauma, sakit jantung, asma, dan ngga yakin buat masuk sini, disarankan banget buat langsung ke tangga menuju lantai 2. Aku aja yang ngga ngalamin tsunami langsung ngerasa merinding disko ketika lewat.
Setelah melewati ini, terdapat banyak ruangan lain yang tentu saja masih menceritakan kejadian hari itu. Yang amat disayangkan adalah tempat ini ngga begitu terawat, justru terkesan sepi dan kosong. Semoga bisa jadi bagus lagi, yak.
Baca Juga Kesan Pertama di Aceh Seperti Apa
Nah ini lokasinya cukup jauh dari kota, justru hanya berjarak 1,8 kilometer dari pantai. Di sini yang bener-bener bikin takjub dan sedih ngga bisa ditahan. Di samping masjid yang sedang diperbaiki ketika aku ke sana, ada sebuah museum kecil berisi foto, kliping dan berita tentang tsunami aceh. Semua ngga masuk di akal gimana ceritanya masjid ini masih bisa berdiri megah sedangkan seluruh daerah di sekitarnya rata di sapu air. Imam besar masjid ini yang menjadi saksi kejadian hari itu masih ada hingga sekarang, menjadi guide untuk para pengunjung.
Di ruangan yang tak begitu besar ini aku seakan bisa merasakan tangis dan sedih yang tersimpan dari kejadian hari itu. Foto dan kliping yang terpajang di pigura dengan rapi menjadi saksi bahwa hari itu memang terjadi. Sejak masuk ruangan, badan udah merinding duluan – yakin banget bukan karena AC, kok. Sambil keliling ngeliat foto-foto hari itu dan baca beberapa cerita yang disimpan dalam pigura otomatis buat aku nangis. It was a mixed feeling. Antara sedih kalau inget kejadian hari itu, tapi syukur juga ngga menjadi bagian darinya. Udah ngga betah lama-lama di dalam aku masuk untuk sholat.
Ketika masuk ke dalam masih ada sudut yang dibiarkan utuh dan sengaja tidak direnovasi sejak kejadian itu. Dan ya, memang hanya bagian itu saja yang rusak karena gempa. Ketika perjalanan ke masjid ini ada sebuah pemakaman masal dengan penanda batu berisikan nama-nama korban – yang sayangnya ngga sempat mampir karena udah terlalu gelap.
Ini adalah sebuah pantai kebanggan masyarakat Aceh yang ngga pernah kelewat direkomendasikan oleh siapapun yang sempat aku temui. Lokasinya yang sungguh dekat dengan Masjid Rohmatullah inilah yang menjadi pusat ombak dahsyat itu. Ngga salah memang kenapa banyak yang merekomendasikan tempat ini, cantik banget! Pantainya luas dan panjang. Di bagian selatan terdapat tebing tinggi yang bisa dipakai buat foto-foto cantik. Ombaknya yang besar juga biasa dipakai sebagai tempat surfing.
Setelah sekian hari di Aceh dan belum sempat mendapatkan sunset yang cantik, hari itu Lampuuk menunjukkan keindahannya, my best sunset so far. Lagi-lagi membayangkan, 16 tahun lalu, ketika ombak setinggi 2x pohon kelapa itu terjadi, apa yang dirasakan orang-orang yang sedang bermain di sekitar sini, ya? Cuma bisa bersyukur dan berdoa buat orang-orang yang menjadi korban hari itu. Dan lagi, terimakasih untuk sunsetnya sore itu, Lampuuk.
Sebenarnya masih banyak napak tilas yang sekarang dijadikan lokasi wisata. Ngga ada salahnya sengaja ke sana untuk mengenang kejadian hari itu. Bukan hanya untuk berwisata tapi lebih ke introspeksi diri sendiri, sih, kalau aku pribadi ya. Biar ngga sombong, biar inget kalau maut itu kapan aja bisa terjadi. Segimanapun ngebayangin kejadian hari itu, banyak banget yang ternyata ngga masuk diakal sama sekali. Di luar kuasa manusia. Mau gimana juga Tuhan yang berkehendak. Bahkan mungkin keluarga yang dulu ditinggalkan hanya bisa pasrah dan berpikir bahwa kalapun nanti bencana itu datang lagi memang sudah waktunya ajal itu tiba untuk mereka. Dan tinggal di manapun bukanlah jadi masalah untuk mereka.
2 Comments
Dengerin cerita orang” di sana, berasa wisata rohani :'(
unfortunately, ak ngga dengerin cerita dari orang sana yang kena