Error: No feed found.
Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.
Tidak seperti mayoritas orang yang menjadikan Istanbul sebagai tujuan utama ketika datang ke Turki, aku justru menjadikan tempat ini labuhan terakhir sebelum di karantina di Jakarta. Kalau kamu baca tulisanku sebelumnya pasti paham alasannya kenapa. Nah, berhubung sudah jadi hari-hari terakhir kami ngga akan terlalu ngoyo banget buat datang ke sana sini. Tapi, anehnya, karena cuma beberapa hari, aku langsung merasa bahwa kota ini memang bukan untuk semua orang, well, at least for me.
Dari kurang lebih empat hari di Istanbul, kami hanya menghabiskan satu hari untuk mengunjungi tempat wisatanya. Sisanya sengaja kami sisihkan buat belanja, packing dan otewe.
Then, let’s start the day dengan menjelajahi Selat Bosporus. Dari keluar hotel, kami sudah kegirangan jalan kaki di sepanjang pinggir laut menuju dermaga yang rupanya ngga bisa dibilang deket. Untung lagi musim dingin jadi lebih enjoy soale keringetnya ngga sempet keluar hehehe. Sampai di dermaga yang belum ramai manusia, kami ambil waktu buat menikmati view Selat Bosporus, Galata Tower di seberang, dan para warlok yang lagi pada seru mancing mania mantaaap! Setelah cukup istirahat, kami melipir cari beberapa agen yang menyediakan Bosphorus Tour ini. Harganya bisa langsung dicek di sini, yak, semoga ngga terlalu berubah. Anyway, karena masih pagi ngga banyak pilihan yang kami punya, dan mau ngga mau harus nunggu kapal terisi cukup banyak penumpang baru berangkat. Saking kelamaan nunggu sampe sumpek hidungnya kena semprot uap kapal yang seliweran di sebelah dan juga mabok laut duluan digoyang-goyang ombak padahal belum juga berangkat LOL.
Ohya, tur Bosporus ini kurang lebih memakan waktu satu jam dengan pemandangan yang AMAT SANGAT CANTIK. Meskipun agak sedikit disayangkan karena ngga ada yang ngejelasin spot-spot terkenal yang kami lewatin. Hampir sepanjang perjalanan kami duduk di dek atas. Ngga peduli anginnya dingin, tangannya beku, atau bahkan kena eek burung (ini seriusan kena lol), yang penting kami bisa dengan bebas lihat pemandangan yang bagus. Every spot is effortlessly beautiful.
Tips: Kalau mau dapet foto bagus dengan burung-burung gitu, bisa banget beli roti simit buat kasih makan burungnya. Ehe~
Setelah puas menikmati lautan, kami berpindah menuju target utama yaitu Hagia Sophia. Kalau diingat-ingat, tempat ini mengandung cerita lucu dan haru biru. Lucunya dulu, deh. Kalau kamu lihat di peta atau mungkin sudah pernah ke sana, pasti tahu kalau lokasi Hagia Sophia itu berdekatan dengan banyak spot seperti makam, museum, dan masjid lainnya – dengan bentukan yang mirip. Nah, kami rupanya ngga sadar sama sekali kalau ternyata masjid ini lokasinya ada di belakang hotel tempat kami menginap. Makin keliatan bego ketika kami mikir gimana caranya dan kapan enaknya pergi ke Hagia Sophia sambil duduk santai tepat di depan halamannya yang luas sejak malam pertama tiba di sana. Konyol emang, katanya jadi tujuan utama tapi sama sekali ngga peka!
Sedangkan untuk cerita haru birunya tentu saja momen when we finally made it! Dengan pertimbangan yang ngga mateng banget, kami berhasil tiba di sana masuk waktu ashar. Di momen itu aku baru inget kalau pernah ada doa yang aku punya tentang tempat ini. Dulu aku mbatin, “meskipun sekarang tempat ini masih jadi museum semoga suatu hari nanti akan berubah kembali menjadi masjid. Saat itu pasti aku bisa ke sana dan sholat langsung di dalamnya.”
Di dinginnya Istanbul sore itu, diiringi merdunya suara imam, rasanya terharu bahwa ternyata doa – yang sekedar aku ucap sekilas jaman masih bocah dan bahkan udah lupa – masih disimpen sama Allah dan berhasil terwujud bertahun-tahun kemudian.
Setelah terhura-haru di Hagia Sophia, kami memutuskan menuju Galata Tower – yang keliatan menjulang dari dermaga tadi. Untungnya gampang banget aksesnya buat ke sini. Dari keluar masjid langsung beli tiket di stasiun tram terdekat dan sekali naik sudah sampai di Karakoy. Spot satu ini rame pake bangeeet bahkan sejak di loket tiket buat yang mau naik ke towernya. Kalaupun ngga mau naik juga bisa foto di gang yang menurutku terkenal banget karena posisinya yang pas bisa buat Galata Tower ada di tengah-tengah gitu. Tapi jangan harap buat bisa dapet sikon yang ciamik bersih dari manusia-manusia lainnya, kecuali kamu datang di jam-jam tertentu atau mau edit sendiri eheheh. Kalau aku mah nyerah, deh, asalkan punya satu foto untuk membuktikan aku pernah di situ sekali aja rasanya syukur banget, sebelum disemprot orang suruh minggir karena dia juga mau ambil foto. Huft!
Hari yang mbulet muter sana sini dan perasaan seneng yang campur aduk dari pagi akhirnya membawa kami ke taman dengan pemandangan sore yang cantik banget. Di bawah jembatan Metro Halic, kami ambil posisi duduk bareng penduduk lokal di sana. Ada yang lagi ngopi, makan kwaci, minum cola, atau sekedar duduk doang. Pemandangan di depan mata adalah masjid-masjid yang ngga terhitung jumlahnya dengan menara dan kubah yang membentuk siluet cantik. Matahari terbenam dengan warna sempurna. Perahu-perahu dengan penumpang hilir mudik di depan kami. Ada juga suara metro yang sesekali lewat di atas. Ditambah lagi adzan magrib yang bersahutan bergantian. Masyaa Allaah… what a perfect day!
Bisa dibilang kami kurang mengeksplor Istanbul karena dari banyaknya wisata yang ada kami hanya pergi ke empat tempat ini. Tapi kenapa aku bilang Istanbul ngga buat semua orang adalah karena kata touristy yang ngga bisa dihilangkan dari tempat ini. Sama seperti kota lainnya yang lebih terkenal dari ibukotanya, Bali dan Indonesia contohnya, menurutku Istanbul terlalu padat dan penuh dengan orang-orang dan kendaraan. Dari sekian kota yang aku datangi, kalau disuruh balik lagi ke Turki, mungkin Ankara akan jadi tujuan utama.
Istanbul is truly a magical place, but for me the ambience of Ankara has more to enjoy.
1 Comment
[…] Sekelumit Kisah Tentang Istanbul […]